Pertama kalinya waktu itu. aku ingat betul saat masih duduk di bangku X-9 dengan nomor absen 23. saat dimana Pak Ubay, wali kelasku saat itu mengatakan sebuah rencana sekolah untuk mebangun kelas CIBI (cerdas istimewa berbakat istimewa). saat itu, aku sangat berambisi dan termotivasi untuk menjadi penghuni kelas khusus saat itu. Saat seleksi pertama pun, aku bersemangat dalam menjalaninya. aku ingat betul untuk mengisi data nilai rapot dan prestasi serta data diri ku. saat itu, aku masih belum mengenal Riyo Mori. jadi aku menuliskan dokter boyke sebagai idola pada saat itu. disana juga aku memuji kandidat lain yang mendapat prestasi lebih dariku, dan nilai rapotnya pun jauh melampauiku. namun aku tetap optimis bahwa aku bisa.
Pengumuman seleksi pun keluar dan aku lolos. tahu bahwa masih ada seleksi ke dua tentang IQ, aku pun mencari segala resensi tentang tes tersebut. saat duduk di Lab sos, ruang ujian seleksi ke 2. adalah Thohaqu, yang membantuku dalam menyusun strategi dalam mengerjakan tes IQ (thanks to Thoha, yeeeyy =>). tesnya mungkin simpel, tapi cukup membuat aku hang setelah menjalaninya. tapi itu semua tak seberapa setelah mengetahui ternyata aku bisa lolos.
Saat yang mendebarkan bagiku adalah saat seleksi terakhir tahap wawancara. aku sadar kalau aku mungkin menjadi kandidat yang tak di unggulkan. saat itu ditulis kuota kelas berukuran 20-30 siswa. saat wawancara berlangsung, aku mendapat kesempatan untuk menjawab beberapa pertanyaan dari Pak Hirman, guru sejarah yang tak akan pernah aku lupakan. yang paling mengesankan saat itu ketika aku diberi pertanyaan untuk berkomitmen bahwa apabila dalam pelaksanaan aku lolos, tapi aku tak bisa menjalani dengan baik, aku harus bersedia terdegradasi. syukur Alhamdulillah aku bisa lolos dan menjadi siswa CIBI
Tapi bukan kehidupan namanya bila tak muncul konflik. begitu pula dengan kelas baruku. berbagai isu negatif dan stigma jelek dari beberapa pihak dengan mudahnya dihujatkan pada kami. belum lagi isu-isu internal tentang beberapa anak yang dirasa kurang bersosialisasi di CIBI,sampai pada tumbuhnya suatu ketidak senangan pada salah satu anggota kelas kami. tapi kami tetap bertahan, menyelesaikannya dengan bermusyawarah. betapa demokratisnya.....
di akhir semester pertama, wali kelas kami, Pak Sugeng, memberi tahu kami tentang sebuah gelar karya dimana kami secara mandiri yang harus mengelolanya. berbekal pengalaman kepemimpinan dari beberapa temanku, berdirilah sebuah organisasi yang mengurusi gelar karya saat itu. itulah hasil karya anak CIBI yang pertama kali.
konflik pun terus berkembang. munculnya beberapa anak baru tanpa adanya diskusi dengan para CIBI sebelumnya telah menimbulkan stigma negatif kami dengan sekolah. tapi kami terus berusaha mencari sisi positif dari segala permasalahan. dari situlah aku mulai menyukai Riyo.... pandangannya untuk selalu berfikir positif,ceria dan sabarlah yang ternyata mempengaruhi diriku hingga sekarang. Maka dari itu, aku ingin sekali suatu hari nanti bertemu dengannya dan mengucap terima kasih telah mengajariku untuk selalu berfikir positif.
populaasi pun semakin berkembang di kelas kami. dari 30 orang menjadi 34 orang. dan bertambah satu lagi menjadi 35 di semester ke tiga. situasi kelas saat itu sedang kacau, rasa tidak percaya terhadap sekolah semakin bertambah, namun aku selalu ingat dengan apa yang Riyo katakan. selalu berfikir positif. namun, ada satu pahlawan yang ternyata dapat membantu mengangkat beban kami. ia adalah Master Zein Abidin. seorang motivator yang senantiasa membantu kami dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada kami...
di kelas 3, kelasku semakin bertambah kompak.mulai dari penyusunan nama kelas yang eksentrik, yaitu istilah MIABI (Manusia IA ciBI) di kelas 11 dan KUDA BINAL (KUmpulan pemuDA ciBI aNdALan) di kelas 12.sampai penghuninya sendiri yang bisa dikatakan istimewa.tidak ada yang dominan di kelasku. semuanya hebat. mau aku sebutkan satu persatu?? pasti tidak akan cukup, karena dari absen 1 sampai 35, tak ada satupun yang tak hebat di mata Smada. mulai dari Adiati titi yang jago debat, Aida seorang yang periang dan hebat di matematika, Alif muttahar yang menggila dengan kemampuan mapelnya, fahmy yang hebat dalam kemampuan diskusi dan agama, Irfan sang sejarawan serta ekonom yang handal, dan pembicara yang baik pula. pras yang mempunyai daya kreatifitas tinggi. Kintan yang baik hati dan suka menolong, mahir di bidang desain. bagus sang anak berlogika cerdas, dharma anak aksel muda yang brilian, renata yang cantik periang dan meraih gelar prestasi akademis terbaik CIBI 3 semester berturut-turut, qisti yang brilian di hitungan dan pandai bersyukur. Billy sang bendahara dan pecinta lingkungan yang aplikatif, serta banyak yang lain yang tak mungkin aku deskripsikan kelihaiannya.
begitulah kelasku, mulai dari sejarah terbentuknya, perjalanannya, hingga menjadi persona persona yang brilian milik Indonesia. kini kelas kami pun bermimpi lagi. memasuki perguruan tinggi sesuai keinginan kami. tak terkecuali aku yang ingin sekali menjadi seorang dokter, bersama dengan banyak CIBI lain yang menginginkan hal serupa. mungkin kali ini aku akan menulis sebuah harapan CIBI yang terangan. tapi 5 tahun lagi, dengan Ridho Allah semoga aku masi dapat menulis hal hebat apa yang nantinya ditulis oleh CIBI-CIBI ini. Amiin.
bagus ki'
BalasHapusarigatou gozaimasu ^^
BalasHapus